MONOLOG
HUJAN
YANG MENJELMA
Tepat seperti yang sudah pernah
aku bayangkan sebelumnya, setelah kejadian itu aku berniat untuk tidak
menghubunginya. Terlebih aku pikir, karena keegoisannya membuat aku sangat
kecewa dan tak lagi biasa seperti biasanya. Dan aku merasa aku di jebak dalam urusan
ini. Eh tapi tunggu dulu, sepertinya bukan dia yang menjebak aku, tapi memang
aku yang terjebak,aku ibarat koma dalam setiap cerita mereka, hanya menjadi
jeda ketika mereka sedang berantam dan kemudian lanjut pada cerita tersebut,
dan figuran dalam sebuah drama series nya.
Sekarang aku sudah tidak tau
harus berbuat apa, aku merasa bebas tapi terpenjara, aku merasa ramai tetapi
seperti di hantui olehnya. Sebab hati dan pikiran ku selalu menceritakan
namanya dan sedang mendiskusikan keanggunannya. Seperti bintang yang tak pernah
meninggalkan langit. Aku tak tau kenapa, saat pikiran ku menggiring untuk
melupakan, ada hati yang memaksa untuk merindukan. Sepertinya seseorang yang
sedang aku diskusikan, terlalu mahal untuk ku mimpikan.
Tetapi aku terus mencoba untuk
terus melupakan, karena aku pikir tugasku melupakan, bukan merindukan. Walaupun
sebenarnya aku merasa tersiksa untuk ini.
Aku tak tau, dia menjelma
seperti hujan di bulan desember, dia selalu hadir seperti mendung yang tidak
pernah ingkar dengan hujannya. Dia selalu hadir dalam mimpiku, mengganggu
khidmat nya hidupku, merusak nafsu makan ku,dia bagaikan pembunuh tak berwujud.
Aku sempat mengira bahwa, jika seseorang selalu hadir dalam mimpi kita, itu
artinya seseorang itu juga ingin sekali bertemu dengan kita. Tapi sepertinya
ramalan ku untuk kali ini salah.
Penulis: Amiril Mukmin
Naiborhu
Sumber: Serpihan Kata,
Pengalaman Hidup
Komentar
Posting Komentar